Pages

Selasa, 30 November 2010

Perjalanan cahaya

Aku adalah cahaya, lahir dalam rahim bintang yang terlupakan.

Tak pernah kulupa saat itu ketika hidrogen berfusi menjadi helium saat itulah aku membuncah pada ruang hampa dengan berjuta saudaraku.

Tidak seperti manusia yang kudengar kabarnya dari cahaya saudaraku. Bahwa mahluk itu ramai dan berkumpul, sedang kami adalah cahaya yang hidup dalam sendiri menggenggam satu semangat.

Ya benar, aku sendiri sedetik setelah aku terlempar dari pangkuan bintang ibuku, aku sendiri berselimut hampa.

Tapi kami adalah bintang kami terlahir dalam rasa senang maka tidak dalam satu detikpun aku menangis dalam bosan ketika aku berjalan sendiri,

ya kami tidak seperti manusia, mahluk kesayangan Tuhan yang keberadaannya diketahui seluruh pelosok jagat raya. Bahkan akupun dilahirkan dengan pengetahuan itu dan menjadi cita-cita para bayi cahaya bahwa semangat yang terkandung dalam tubuh mereka jatuh pada mahluk sempurna itu.

Karena dalam badan kami yang menerangi kami punya satu semangat.

Tahukah kawan kami para cahaya bintang telah berjalan seiring jaman. Melintasi berbagai peristiwa dan tragedi.

Aku pernah melewati lubang hitam yang perkasa, dengan suara kejamnya dia mencegatku dan meminta semangat yang kubawa dalam tubuhku.

"Hei bintang aku minta apa yang kaubawa agar perutku tidak lagi melahap apa yang ada dan aku bisa istirahat sedikit."

Aku pun tertawa dan menjawab,

"Lubang hitam yang perkasa kau akan menelan seluruh kata 'ada' dalam perutmu kalau kau semangat."

Aku pun meninggalkannya dalam kecepatan yang sudah masyur sepanjang jaman tentang cahaya. Hanya dalam sayup yang mengikuti, aku mendengar dia meracau dalam kecewa.

"Dasar bintang tidak adil, bagaimana mungkin aku tidak pantas mendapat semangat. Kalau begitu apa yang diceritakan meteor yang mengatakan ada manusia yang bersemangat memakan semua yang aturan bukan miliknya adalah bohong."

Aku lalu terus berjalan dalam pertanyaan yang akhirnya kulontarkan pada kabut jagat raya yang sempat melewati bumi.

"Benar adanya cahaya kecil hal itu memang ada. Tapi jangan khawatir, jalani saja tugasmu. Karena manusia punya pilihan."

Aku ingin bertanya lanjut, tapi sudah sifat kabut yang hilang dan ada semaunya. Akhirnya pertanyaan berikut aku urungkan karena dia sudah lenyap dari tampak.

Akupun terus berjalan dalam ruang hampa, beratus tahun kulewati, aku berharap bertemu lagi sesuatu yang bijak.

Hingga akhirnya aku bertemu sebuah meteor yang terangnya membuatku yakin bahwa dia bijak seperti ibuku sang bintang.

"Cahaya kecil pilihan hanyalah sebuah persimpangan. kau bisa kearah kiri bisa kekanan, bisa memilih baik atau jahat, bisa dermawan bisa kikir. Kau adalah semangat wahai cahaya kecil kau tidak bisa memilih kau akan menjadi semangat untuk apa."

Sejenak aku menangis karena aku takut aku menjadi semangat untuk menyakiti sesama manusia, menjadi semangat untuk menghancurkan dan sebagainya yang seirama dengan itu, kalau saja itu benar mungkin lebih baik aku beri saja semangat pada lubang hitam yang pernah memintaku. Biar angkasa ini hilang dan tidak ada.

"Cahaya, jangan kau bersedih, karena pilihan sifatnya bisa berubah dan diperbaiki. Walau kau jatuh pada seorang yang berbudi luhur pilihan berikutnya bisa membawa dia menjadi iblis pembantai." Meteor akhirnya kembali berkelana.

Akupun akhirnya tidak kembali mempertanyakan segala sesuatunya karena biarlah nasib membawaku kemana aku terjatuh. Boleh percaya atau tidak bumi adalah pusat semesta dimana banyak sekali cahaya-cahaya seperti diriku terlahir dan berjodoh dengan salah satu mahluk tuhan.

Akhirnya yang dinanti tiba, aku melihat bola biru yang bersinar lembut, akupun memberi salam penghormatanku.

"Wahai tempat yang dimuliakan Tuhan, aku akhirnya tiba untuk membagi semangat pada salah satu mahluk ciptaanNya.

Masuklah dalam peraduanku cahaya kecil bagilah secercah semangat pada kaum papa atau semangat untuk bertahan hidup atau apapun itu. Dan ingat walau kau tidak bisa memilih kau jatuh pada apa, tapi cahayamu yang terbaik mungkin bisa membuat seseorang sadar dan kembali pada jalan yang benar.

"Semoga", aku tersenyum dan meluncur deras pada peraduan bumi.

Biru akhirnya meluas dan semakin besar pada penglihatanku.

Perlahan warnanya terganti kabut putih,

Semakin dalam ku masuk aku semakin melihat pada dataran yang mulai terhampar.

Ini adalah replika langit, maksudku melihat lampu berjuta dibawah sana aku bagai melihat saudaraku yang lahir dari ujung sana.

Semakin dekat aku pada dataran akupun mengharap yang terbaik.

Ya aku melihatmu,...

Kau menatap kedatanganku,

Seorang pria yang terduduk pada sudut tangga, akupun melesak masuk dalam kulit retina.

Terus melesak dalam ruang otak dan disitu aku seperti dicerna akan keberadaanku.

Aku terdiam dalam pasrah dan kembali terbawa dalam aliran darah.

Hangat...

Hangat dan berdegup.

Akupun bisa menyadari bahwa inilah saatnya aku menyatu dalam pemuda ini.

Aku pun pecahkan diriku. Semangat kecil yang kupegang dalam kurun waktu yang sangat panjang terurai.

terurai bersama denagn menyatunya jiwaku.

Yah aku bisa merasakannya,..

Laparr..

Layak..

Cintaa.

Oh ternyata manusia ini lapar, dan tidak cukup mendapat kelayakan dan cinta.

Akupun bisa merasakan kembali ketika aku ditarik keberbagai penjuru, hangat bintang ibuku menyebar dalam setiap rasa yang dihasilkan oleh hati manusia ini.

Semangat pun melebur dan bagai air yang disiram pada besi panas, semua penderitaan orang ini berubah menjadi harap.

Aku beruntung karena bisa berakhir seperti ini, untung saja aku tidak berakhir pada tatapan sang penguasa lalim.

Semoga semangat dan harapanku bisa digunakan maksimal oleh pemuda ini, dimana aku relakan semua yang telah kujalani ratusan abad lamanya.

0 komentar: