Pages

Selasa, 30 November 2010

AIR MATA BULAN SABIT

Petang itu Imsa masih mengingatnya. Dimana pertemuan usai perkenalan sepulang sekolah itu berlanjut. Disudut teras mesjid terlihat seorang gadis tengah duduk menyendiri. Memandang rembulan diatas sana penuh tatapan sayu. Memendam rasa tanya dihati imsa untuk segera menghampiri dan mencoba mengusik keheningan gadis itu. Adakah yang bisa aku perbuat untuk membawakan sedikit saja dari beban mu. Itu yang ingin imsa sampaikan. Namun kelu lidah ini dihadapannya. Hanya sebuah bisikan, ‘hidup ini penuh misteri” ungkapnya memecah keheningan suasana. Mencoba mendekat dan duduk disisi lain darinya.Ia terbangun dari lamunan panjangnya. Dan menepis air mata yang mengalir dipipi. mencoba menutupi segudang pemasalahan yang ia hadapi. ‘Hai…”sapaan lirih itu memalingkan pandangannya kearah lelaki yang duduk mendekatinya. Tatapan itu sungguh
kemilau kejora pagi diufuk timur. Berbinar memukau pantulan cahaya lampu yang terang. Senyumnya merekah menebarkan keteguhan batinya. Sanggup menanggung penderitaan demi kebahagian orang tuanya. Itu yang ia sampaikan dalam kalimat yang terpatah. Saat ini hanya rembulan yang tahu bisikan kegelisahan hatiku. Ucapan gadis itu dengan tetap pada keheningan wajahnya. menyandung tanya dihati imsa untuk mencoba membuka misteri yang tersimpan.Adakah alasan rembulan untuk enggan besinar. Bila nan jauh disana ia tetap menyembunyikan terangnya. Ungkap imsa mencoba menyibak tabir yang terhalang kabut. Bukan gelap malam yang membuatku buta. Namun awan hitam itu selalu menaungiku dikala siang. Kenapa rembulan meredup dengan sabit. Seperti itu mungkin yang aku jalani sekarang. Gadis itu mencoba menyambut tanya dengan bahasa alam disaat itu.Sinar sabit diujung sana menerangi. Menyanjung adzan yang berkumandang Waktu sholat isa pun tiba. ‘Yuh An, kita sholat dulu”. Menjernihkan pikiran ini dengan alunan dzikir. Disitu akan ada sebuah keringanan dalam beban yang kau tanggung sekarang”. Nasehat Imsa mengajak Ani bergegas mepersiapkan sholat isa yang segera akan didirikan usai kumandang iqomah.Ujian kelas tiga pun tiba. Saat pulang usai praktek memasak. Ani terlihat berjalan mendahului imsa. Dengan
segala barang bawaan ditangan dan pundaknya. Ia terlihat begitu kerepotan. Imsa mengulurkan tangan meraih karpet dan kompor dari tanga Ani. Berat beban bukan untuk kau tangguh sendiri. Bila ada yang lain mau meringankan. Imsa berbisik ketelinga Ani. Hanya balasan senyum yang terurai dari wajah manisnya. Sejuk laksana embun pagi diterik siang ini. Tak ada cerita yang disampaikan. Hanya perasaan malu diperhatikan semua teman yang memandangnya.“ Maaf ga sampai kerumah”ucapan imsa menaruh barang yang tadi dibawakanya. Ketika sampai didepan rumah Imsa. “ Makasih...” Tangan halus itu kembali meraih karpet dan kompor yang ia bawa. Jarak rumah Imsa dan Ani tidak begitu jauh. Hanya terhalang sebuah kelokan jalan.Biarkanlah waktu yang mengungkap kebisuan dua hati. Hingga datang kesempatan yang diharapkan. Hanya sebuah ungkapan untuk saling memperhatikan. Memendam perasaan bukanlah hal mudah untuk dilakukan seorang laki – laki. Namun itu yang selama ini tersimpan dalam benak imsa. Bila harus berkata jujur.sebenarnya ada sebuah ketulusan untuk selalu memperhatikan Ani. Semenjak kedekatan diahir kelulusan sekolah. Imsa terus menyembunyikan perasaan hatinya. Hingga tiba dihari ulang tahun Ani. Imsa mencoba memberikan sebuah buku harian beserta bolpoin. Isi kado itu terbungkus rapih dengan sebuah kertas coklat terikat pita merah. Lambang yang diungkapkan imsa sesunguhnya. Ia ingin menuliskan semua isi hati yang selama ini terpendam. Dari buku harian itu. Namun Ani tak menyadarinya sampai disana.Setahun berlalu Ani kembali melanjutkan sekolahnya disebuah SMA Muhammadiyah dikota Majenang. Setelah setahun sebelumnya Ia berhenti. Keadaan itu menjadikan keterpisahannya dengan Imsa semakin jauh. Hanya selentingan kabar yang imsa dengar dari teman dekatnya. Bahwa Ani sudah punya pacar. Seorang dari gurunya di-SMA jatuh hati padanya. Kabar terahir yang imsa dapat. Hubungan Ani dengan sang pacar semakin serius. Bahkan sudah sampai tunangan. Imsa pun merasa berkecil hati untuk kembali merengkuh perasaan hatinya.Kesunyian hati imsa tidak berlangsung lama. Hingga ujian sekolah pun tiba. Ia sedikit melupakan perasaan hatinya. Mencoba untuk focus pada ujian yang tengah dijalani. Dengan sebuah kepercayaan diri yang besar. Ia berhasil melewati ujian sekolah dengan hasil memuaskan. Pengumuman kelulusan pun diterimanya dengan membanggakan. Walau tidak termasuk sepuluh besar. Imsa tetap bersyukur dengan hasil yang diraihnya.Mulut boleh berkata lain tapi hati tak pernah bisa dibohongi. Imsa mengungkapkan kegundahan hatinya. Pebenaran dari kabar angin yang diterimanya. Ia mencoba menyelidik bertanya pada seorang teman dekat dari Ani. Pertanyaanya bukan mendapatkan jawaban. Malah kembali dengan pertanyaan. ‘Sejujurnya imsa suka yah ma Ani?”. Ucapan Ii pelan. Pertanyaan itu begitu Nampak menantang imsa. Dengan tegas pun imsa menjawab ’klo ya mang kenapa?”. “Huh telat”. Ii berlalu begitu saja. Bukan ketenangan yang Imsa dapat namun malah kegelisahannya semakin menjadi.Terang bulan sabit diatas sana. Mengingatkan imsa disaat malam bersama Ani dulu. Dari sana sebenarnya getaran hatinya mulai terbuka. Ada perasaan lain dihati imsa. Begitu halus nan lembut yang terasa. Saat Ani menceritakan semua permasalahan keluarganya. Seolah memberikan kepercayaan penuh bahwa hanya aku yang pantas mendengarkan semua keluhan itu. Kenang imsa. Semalaman pikiranya terbang entah kemana mengingat kilauan binar mata dan senyuman Manis Ani dipelupuk matanya.Hangat pagi ini memberikan makna yang berbeda bagi imsa. Pengambilan ijazah kesekolah membuatnya bangun lebih awal. Dalam ayunan langkahnya yang panjang. nampak didepan persimpangan ada seoarang gadis tengah duduk menatap kearah imsa. Dengan selidik mata imsa menyidik. Ternyata itu Rosiana. Teman sekolah kakak perempuan ku dulu”. bisik imsa dalam hatinya. Sapa lembutnya mencairkan kebekuan hatinya. ‘Pulang kapan Ros?”. Tanyak imsa tanpa menghentikan langkahnya. ‘Semalam”. Jawaban itu seolah manjadi sebuah penawar kegundahan hati imsa.Keberadaan imsa di Desa Sindangbarang adalah atas keinginan kedua orang tuanya. Mereka tinggal di kota Majalengka. Imsa menetap dengan keluarga dari ibu. Untuk melanjutkan sekolah SMP-nya. Hingga semua surat penting dari sekolah sudah terkumpul. Imsa teringat kedua orang tuanya nan jauh disana. Minggu depan imsa pulang. Tapi ada yang mengganjal dihatinya. Perasaan itu menguatkan dirinya untuk bertemu. Walau hanya sekali saja dengan Ani. Surat berpesan singkat itu pun. Dititipkan pada Pamannya. Seorang guru ngaji dimasjid tempatnya bertemu dengan Ani dulu.Usai adzan maghrib petang itu. Sholat dan makan Imsa selesaikan dengan tuntas. Ia bergegas berkunjung kerumah temannya Kayok. Setiba disana ternyata ada yang tengah menunggunya. ‘Rosiana” ungkap imsa kaget. Padahal usai isa nanti Ani dimintanya datang kerumah Kayok. ‘Hai!, ada waktu ga aku pengin ngobrol sebentar saja?” ucapan Rosiana melemparkan tanya kearah Imsa. ‘Sebentar saja yah, aku ada janji.”.jawab imsa singkat.Ditengah asiknya keakraban bercerita diteras rumah. Ani datang mengendarai sepedanya. Imsa seolah tidak menyadari kedatangan itu. Dengan seriusnya mendengarkan cerita Rosiana. Ani hanya bertanya kearah Kayok tanpa mempedulikan dua insan yang tengah bercerita.‘Ni Alamat sekolahku untuk imsa, katanya minggu depan ia pulang ke Majalengka”. Ucapan Ani seru. mengembalikan alam sadar imsa. Ia langsung terperanjat medengar suara Ani begitu dekat. Sama persis ketika bercerita dulu. Dalam kilauan indah matanya seolah ada kesedihan lain. Imsa menerima secarik kertas langsung dari tangan Ani. dengan tatapan menyidik. ‘An kamu nangis?”. tanya imsa sembari tetap menatap wajah yang tergerai rambut panjang itu. Tanpa jawaban Ani bergegas pergi meninggalakan imsa.Malam ini malam terahir bagi kita. Untuk mencurahkan rasa rindu didada. Esok aku akan pergi entah kapan kembali. Kuharapkan engkau sabar menanti. Alunan lagu itu membuat Imsa berontak menemui Ani. Diteras mesjid seperti biasa Ani tengah menyendiri. Imsa menghampirinya. Dengan ucapan setengah berbisik. ’Adakah yang ingin kau ucapkan sebelum aku pergi” .Ani hanya termangu dalam lamunan panjangnya. Ia tak lagi melontar senyuman utuk imsa. Uluran tangan itu sigap imsa tangkap. Tanpa sadar imsa mencium tangan Ani. Sembari menatap matanya yang bening mengalir Air mata. ’Maaf” kata itu diucapkan Ani sambil mengulurkan sebuah bingkisan.Pagi itu menjelang keberangkatan. Imsa belum juga membuka bingkisan pemberian Ani semalam. Megiring rasa penasaran dihatinya. Imsa mebuka bingkisan itu dengan sangat hati hati. Majmu syarif dan tasbih kecil 33 itu adalah isinya. Sebuah kenangan yang akan selalu mengingatkannya dengan Ani.Sampai di-Majalengka. Imsa selalu memegangi Majmu sarif peberian Ani. bila malam jumat tiba. ia membacakan surah Yasin dan Al Kahfi. Usai sholat pun, tasbih itu menemani imsa dalam wiridnya. Ada sebuah daya tarik tersendiri dengan kedua benda itu. Membuat imsa merasakan ketenangan. Usai mengunakanya.Lembar demi lembar surat yang saling bersaut mengulir tiap bulanya. Ani ternyata masih mengingat imsa dalam setiap kegalaun yang dihadapi.

Ia merasa senang dengan kehadiran surat balasan dari imsa. Seolah menjadi obat akan rasa gelisahnya.Dua tahun terlewati, kabar pun terputus begitu saja. Ketika berkunjung kerumah sewaktu SMP-nya dulu. Ia langsung kerumah kayok sahabatnya. Seiring cerita imsa mengalir. Kayok mengingatkan imsa akan Ani. kabarnya terdengar. Sekarang Ani bekerja di-Bandung disebuah pabrik kemasan. Pacarnya Ani Tak pernah lagi terlihat datang kerumah Ani. Entah apa yang terjadi kayok pun tak begitu tahu dengan keadaan sebenanya. Hanya sebuah nomor Handphon yang Kayok berikan. Seolah memberikan harapan. Menyuruh imsa menanyakannya sendiri.HP jadul yang dipegang itu menghubungkan imsa dengan Ani. kisah demi kisah diceritakan selama mereka terpisah. Hingga ahirnya imsa menyidik dengan hubungan pacarnya Ani dulu. ‘Katanya sudah sampai tunangan, Ko ga sampai ke pelaminan”. Sindiran imsa itu tak membuat Ani merasa tersindir. Malah ahirnya Ani menceritakan semua kisah yang sebenarnya dengan Susilo dulu. Sebenarnya Ani tak begitu suka dengannya. Hubunganya itu terjalin dikarenakan. Mama menyuruh ku jadi pacarnya saja. Kasihan kan sering datang kerumah tanpa hasil. Ungkapan Ani begitu jelas mengalir. Tanpa keraguan sedikitpun. Sama seperti ketika pertama kali imsa mengenalnya.Cerita Ani terputus ketika imsa menanyakan kenapa sampai putus hubungannya dengan Susilo. Dengan kalimat terputus Ani menjelaskan. Susilo pernah memintanya berhubungan badan disaat semua penghuni rumah pergi. Hal itu menghenyakan Imsa dari keseriusanya. Rasa penasaran menyidik. Namun tak sampai hati untuk bertanya Sampai terjadi atau tidaknya hanya Ani yang tahu.Ditengah hubungan yang baru tersambung kembali itu. Imsa mendengar Susilo ahir ini sering datang kerumah Ani. Menemui kedua Orang tuanya. itu yang membuat Ani kembali bimbang. Haruskah memilih imsa, Atau Susilo sesuai dengan keinginan orang tuanya. Sebuah kalimat pun terucap dari mulut Ani dari Hp nya. ’Kalau kamu serius sama aku silakan datang kerumah melamarku. Siapa yang datang melamarkau duluan dia yang menjadi suamiku”.Ucapan Ani jelas.Kalimat itu membuat imsa semakin gelisah. Dan imsa mencoba bertanya kepada orang tuanya. Dapatkah imsa penuhi permintaan itu”. Tanya imsa pada bapanya. ‘kalau imsa udah siap berumah tangga, ya silahkan saja”.jawaban itu ringan memberikan sebuah semangat tersendiri untuk imsa.Dihari lebaran ketiga idul fitri Oktober 2006. Imsa melamar Ani dengan sekerat cincin emas pengikat kesepakatan suci. Sembilan bulan mendatang Juli 2007. Pernikahan itu berlangsung dengan khidmat. Terikrar janji setia sehidup semati. Sebagai suami istri. Malam kebahagian diiringi tarian Ronggeng dari Desa Jaranmati. Merupakan pelepas najar Mama Ani. yang diucapkannya sewaktu dulu masih tinggal di-Kroya.Tak ada lagi yang akan menghapus air mata Ani. yang lebih berkenan dari pada tangan sang suaimi. Imsa berbisik lirih. Malam ini malam pertama. Benarkah kau istriku canda imsa mengurai senyum Ani. seutuhnya aku milikmu. Ani melayangkan kecupan mesra dikening imsa. Mengantarkan rembulan sabit diatas sana menuju hari semakin larut. dikegelapan malam yang dingin berselimut ketulusan kasih dan sayang dalam cinta dua insan bersatu.

0 komentar: