Pages

Senin, 24 Januari 2011

selamat jalan

Gundukan tanah didepanku masih merah, serasa baru kemarin aku menangis disini. Menangisi orang yang sangat aku cintai. Satu minggu sejak kepergian Joe, setiap hari aku selalu menghabiskan waktuku dimakamnya sambil mengenang masa-masa indah disaat kami bersama dulu. Masih membekas jelas dalam ingatanku saat-saat menyenangkan bersama Joe. Saat terakhir bersamanya merasakan pelukan dan ciuman hangatnya.Walaupun sudah satu minggu Joe pergi, aku masih tidak bisa menerima kepergiannya. Aku merasa kepergian Joe adalah salahku. Seandainya malam itu aku tidak memaksa Joe untuk pulang pasti saat ini Joe masih bersamaku.
X X X X
Lagi-lagi aku terlambat. Ini semua gara-gara mama yang nggak bangunin aku. Aku tergesa-gesa takut dosen sudah masuk duluan. Karena aku tergesa-gesanya aku jadi tidak memperhatikan jalanan didepanku makanya aku jadi menabrak seseorang.
“Maaf ya.” Kataku sambil
berlalu tanpa memperdulikan perkataan orang yang aku tabrak itu yang sepertinya marah-marah. Aku bergegas masuk kekelas dan untungnya dosenku belum masuk. Aku menarik napas lega.
“Telat lagi ya De ? Semalam ngapain aja?” Tanya Santi sabahatku. Aku hanya dapat mengangguk.
“Habis begadang ya?” Tanya Santi lagi. Aku tidak memperdulikan kata-katanya.
“Ya ampun San, buku keuanganku mana ya?” Tanyaku sambil membongkar isi tasku.
“Ketinggalan kali.” Sahut Santi.“Nggak mungkin San, tadi pagi aku memang nggak masukin dalam tas, tapi aku ingat kalo aku bawa. Apa mungkin kececer ya?”
“Mungkin aja. Udah deh entar kita cari aja.” Dosen yang ditunggu akhirnya datang juga. Aku merasa bosan. Rasanya pengen cepat-cepat kabur dari kelas ini. Aku tidak konsentrasi ngikutin pelajarannya. Setelah sekian waktu akhirnya waktu mata kuliah ini berakhir sudah. Setelah dosen keluar aku langsung ngajakin Santi keluar.
“San, kekantin yuk.” Ajakku.
“Nggak cari buku kamu dulu De?” Tanya Santi.
“Entar aja deh. Aku udah laper nih.” Sahutku.
“Iya sebentar.” Setelah sampai di kantin, ternyata keadaan kantin sangat ramai, jadi kami memutuskan untuk membeli beberapa makanan dan mencari tempat duduk dipojok belakang perpustakaan. Saat kami lagi asik menikmati makan siang tiba-tiba ada cowok yang nyamperin.
“Hai. Kamu tadi pagi yang nabrak aku kan. Tabrak lari lagi, nggak ada tanggung jawabnya.” Sahut cowok itu.
“Maaf ya. Ngomong sama kami ya?” Tanyaku.
“Memang disini ada orang lain? Lagian yang nabrak aku tadi pagi kan cuman kamu.” Sahut cowok itu lagi.
“Yang nabrak siapa? Siapa suruh kamu berada didepanku saat aku jalan.” Sahutku nggak mau kalah.
“Sudah nabrak orang nggak tanggung jawab. Itu sama dengan tabrak lari.” Sahut cowok itu lagi.
“Hei. Kamu siapa sih kok datang-datang pake nuduh temenku segala. Memangnya kamu kenal dia De?” Tanya Santi yang sedari tadi bingung ngeliat aku ribut sama cowok ini.
“Aku nggak kenal kok San cuman….“Sorry, namaku Joe. Mahasiswa teknik semester 2. Tadi pagi temen kamu ini nabrak aku terus kabur. “ Sahut cowok itu lagi.
“Siapa yang kabur. Aku sudah minta maaf kok.”Sahutku lagi.
“Minta maaf terus kabur sebelum aku ngomong. Lagian aku kesini cuman mau ngembaliin ini kok.” Sahut Joe sambil menyerahkan buku keuangan yang dari tadi aku cari.
“Oh ternyata kamu yang nyolong bukuku. Sini.” Sahutku sambil merebut buku keuanganku dari tangan Joe.
“Siapa yang nyolong. Tadi pagi kan kamu yang jatuhin sendiri. Pake nuduh orang segala.”Sahut Joe sewot.
“Udah deh Joe. Nggak usah diladenin nih cewek. Dia memang udah jutek dari sononya. Aku mewakili temenku ini mengucapkan terima kasih. Namaku Santi dan temanku yang judes ini ……….."
“Ade. Ade Irma Handayani. Mahasiswi Akuntansi semester 2. Bener kan.” Sahut Joe.
“Kok tau?” Tanya Santi.
“Kan ada dibukunya.” Sahut Joe.
“Iya. Bener.” Sahut Santi sambil melihat buku keuangan Ade.
“Oke deh San, aku pergi dulu ya. Senang berkenalan denganmu San. Sampai jumpa cewek jutek.” Pamit Joe sambil berlari sebelum aku melemparnya.
“Sialan tuh orang. Aku kan punya nama.” Sahutku ngomel.
“Dah Joe.” Sahut Santi yang tidak berkedip.
“Santi. Hai. Sadar donk. “ Sahutku sambil melambaikan tangan didepan wajah Santi.
“Ngapain sih kamu De.”Sahut Santi.
“Abis kamu kayak ngeliat apa aja sampai melotot.”
“Abisnya Joe cakep sih De.”
“Cakep? Nggak salah? Kamu memang nggak bisa liat cowok bagus dikit aja udah melotot.” Sahutku sambil meninggalkan Santi yang cuman bengong dan setelah sadar langsung lari menyusulku.
Seminggu sudah berlalu sejak kejadian ditaman itu. Setiap kali aku dan Santi nongkrong disana pasti Joe ikutan nimbrung. Biasanya kalo Joe datang aku jadi ngerasa terganggu ngeliatnya. Tapi belakangan aku merasa kehilangan juga kalo dia nggak nongol disana. Kadang aku suka jadi uring-uringan sendiri. Ternyata selama ini Santi memperhatikan perubahan sikapku terhadap Joe yang biasanya kasar sekarang tidak lagi. Dan seperti biasa Santi mulai bertanya yang aneh-aneh. Seperti sekarang ini saat aku lagi asik baca novel kesayanganku Santi datang menggangguku.
“De, aku perhatiin sikap kamu sama Joe berubah deh.” Tutur Santi.
“Berubah gimana?” Tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku dari novel didepanku. Karena merasa dicuekin Santi merebut novel yang sedang aku baca.
“Santi. Apa-apaan sih kamu. Sini balikin.” Sahutku berusaha merebut kembali novelku dari tangan Santi.
“Abisnya aku ngomong nggak didengarin sih.” Sahut Santi sewot.
“Iya deh. Mau ngomong apa sih nona manis? Tapi balikin dulu donk novelku.” Sahutku. Santi mengembalikan novelku dan aku duduk didepannya dengan manis untuk mendengarkan perkataannya.
“De, biasanya kan kalo kamu sama Joe ketemu pasti bawaannya bertengkar melulu kayak kucing ama anjing, tapi belakang ini aku perhatiin kamu berubah deh. Nggak pernah bertengkar lagi, nggak pernah ngebales kata-kata Joe dan lagi setiap ada Joe sikap kamu suka salah tingkah gitu deh.” Tutur Santi.
“Itu kan cuman perasaan kamu aja San. Lagian aku nggak ngebales Joe itu karena aku udah bosan bertengkar terus ama dia. Kan capek terus-terusan ribut.” Sahutku bohong.
“Apa mungkin kamu naksir Joe?” Tanya Santi penuh selidik.
“Apa? Aku naksir orang yang sok cakep itu. Nggak deh.” Bantahku bohong padahal aku ingin bilang kalo aku sudah jatuh cinta sama Joe.
“Kalo bener juga nggak apa-apa kok De. Malahan aku senang kalian bisa jadian. Dan aku rasa Joe juga suka sama kamu De.” Sahut Santi.
“Yang bener San?” Tanyaku nggak percaya.
“Tuh kan bener kamu naksir Joe. Entar deh aku urusin.” Sahut Santi.
“Siapa......” Aku tersenyum sendiri. Panas rasanya wajahku menahan malu.
X X X X
Satu minggu setelah pembicaraanku dengan Santi, aku dan Joe semakin dekat dan aku nggak tau awalnya gimana tiba-tiba pada malam minggu saat Santi janjian mau jalan, tapi yang datang malah Joe. Joe menyatakan perasaannya dan minta aku jadi pacarnya. Tanpa pikir lama-lama lagi aku langsung mengiyakan Joe. Dan rasanya hari-hariku semakin indah dan menyenangkan.Tanpa terasa tiga bulan sudah kami resmi jadian dan aku bersyukur selama ini tidak ada kejadiaan yang tidak menyenangkan terjadi. Sampai pada malam itu saat terjadi kejadiaan yang mengerikan dan menyedihkan. Saat aku harus kehilangan orang yang sangat aku cintai dalam hidupku.Setelah kami pulang dari rumah Santi untuk menghadiri acara ulang tahunnya. Joe mengantarkanku pulang kerumah. Sampai dirumahku jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Joe masih ingin ngobrol denganku. Kami duduk diteras depan sampai jam didinding menunjukkan pukul 10.30. Aku menyuruh Joe untuk pulang karena jarak antara rumah Joe dan rumahku memerlukan waktu 1 jam untuk sampai dirumah Joe. Dan aku tidak ingin Joe kemalaman sampai dirumahnya.
“Joe, udah malam. Kamu nggak mau pulang?” Tanyaku yang berada dalam dekapan hangat Joe. Malam ini Joe lebih mesra dari biasanya.
“Nggak, aku mau nginap aja deh De.” Sahut Joe.
“Tapi besok kita kan ada kuliah pagi Joe. Nanti aku telat lagi.”
“Tapi aku masih kangen sama kamu De.” Sahut Joe semakin erat memelukku serasa tidak akan pernah merasakan pelukan itu lagi. Aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena aku juga tidak ingin berpisah dari Joe.
“Tapi besok kan kita masih ketemu Joe.”
“Nggak. Lagian kenapa sih. Kamu nggak mau aku peluk lagi ya?” Tanya Joe mulai marah.
“Bukan begitu Joe. Cuman ini sudah malam. Nanti kamu kemalaman dan besok kesiangan.” Sahutku berusaha menjelaskan.
“Tapi De, aku takut kita nggak bisa bersama lagi. Siapa tau besok kita nggak bisa seperti ini.” Sahut Joe menatapku dengan tatapan yang aku nggak ngerti maksudnya.
“Kamu ngomong apa sih Joe. Udah sekarang pulang besok kita pasti ketemu lagi oke.” Sahutku sambil melepaskan pelukan Joe.
“Oke deh aku pulang. Tapi kasih aku satu ciuman sayang.” Sahut Joe.
“Ih kamu genit deh Joe.”“Kalo nggak. Aku nggak mau pulang.” Joe merajuk.
“Oke deh.” Joe mencium pipiku.
“Kalo dibibir boleh nggak?” Tanya Joe.
“Kamu itu dikasih jantung minta hati. Udah sana pulang. Hati-hati ya Joe. Sampai besok.” Aku mengantarkan Joe sampai depan pagar, tapi sebelum dia naik ke motornya Joe masih mencium bibirku dan tersenyum. Aku masih menunggu sampai bayangan motornya hilang ditelan kegelapan malam.Dan aku sama sekali tidak membayangkan bahwa itu saat terakhir aku melihatnya. Karena dua jam setelah Joe meninggalkan rumahku ada telpon dari Kakak Joe yang menyuruhku kerumah sakit karena Joe kecelakaan.Aku segera pergi kerumah sakit. Aku berlari dikoridor rumah sakit yang sunyi. Aku mencari ruangan Joe.
“Ade.” Panggil seorang wanita yang aku kenal sebagai kakak Joe. Aku mendatanginya dengan perasaan kalut dan penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi terhadap Joe.
“Kak, ada apa? Apa yang terjadi dengan Joe?” Tanyaku.
“Joe mengalami kecelakaan dan sekarang sedang diperiksa oleh dokter.” Tutur kakak Joe. Kami terdiam memikirkan keadaan Joe saat ini. Satu jam kami menunggu dengan perasaan yang tak menentu dan akhirnya Dokterpun keluar dan menghampiri kami.
“Dok bagaimana keadaan Joe?” Tanya Kakak Joe.
“Kita hanya bisa menunggu keajaiban dari Tuhan karena keadaannya sangat kritis. Dia kehilangan banyak darah. Berdoa saja semoga dia bisa selamat.” Tutur Dokter lalu pergi.Aku masuk keruangan Joe dan aku melihat Joe terbaring tak berdaya. Tanpa terasa air mataku terus mengalir membasahi pipiku. Aku menggenggam tangan Joe. Joe membuka matanya dan tersenyum.
“Ade, kenapa kamu nangis. Aku senang tadi bisa bersama kamu lebih lama. Aku minta maaf karena aku tidak bisa menjemputmu besok. Tapi aku akan selalu bersamamu De. Selalu disisimu.” Tutur Joe dengan suara perlahan dan terbata-bata. Joe menggenggam tanganku erat.
“Joe jangan ngomong seperti itu. Kamu pasti bisa menjemputku. Kamu pasti sembuh Joe.” Sahutku sambil menggenggam tangan Joe.
“Nggak usah menghiburku De. Aku tau bagaimana keadaanku.”
“Joe maafkan aku ya, ini semua karena kesalahanku yang memaksa kamu untuk pulang.” Sahutku dengan derai air mata.
“Sudahlah itu bukan salah siapa-siapa itu memang sudah takdirku.” Sahut Joe semakin pelan.
“I Love You Joe.” Bisikku ditelinga Joe.
“I...... Love....... You ............ De……………….. dan tangan Joe terkulai lemas dalam genggamanku.Bunyi panjang alat pendeteksi jantung Joe yang menandakan Joe sudah pergi. Aku terdiam sesaat. Aku tidak berkata apa-apa. Aku keluar ruangan dengan gontai tanpa memperdulikan panggilan orang lain. Aku merasa sangat sedih telah kehilangan orang yang sangat aku cintai. Joe selamat jalan semoga kamu bahagia disana dan diterima disisinya. Aku akan selalu mencintaimu Joe. Selalu.

0 komentar: